Perang Melawan Burung (4) Langkah Terakhir: Dijebak

Sejumlah bandara di Amerika dan Eropa sampai merasa perlu melakukan rekayasa lingkungan untuk mencegah burung hidup di kawasan mereka. Salah satunya adalah menghilangkan vegetasi yang disukai oleh burung-burung itu. Sejumlah burung memang hanya mau membuat sarang di pohon-pohon tertentu. Nah, jika dapat ditandai dengan tepat, pohon-pohon sejenis itu ditebang dan diganti dengan pohon lain yang sama sekali tidak mendukung jenis sarang burung tertentu.

Metode lain adalah dengan menghilangkan sumber makanan burung. Di sebuah bandara di AS, 70 hektar padang rumput dikeringkan sepenuhnya dan diganti dengan aspal tanah. Aspal tanah adalah untuk menciptakan lapisan atas yang lebih keras bagi tanah. Lapisan ini jauh lebih murah dibanding pengeras lain seperti semen dan aspal. Juga ramah lingkungan karena air masih bisa terserap ke dalam.

Untuk apa padang rumput itu dikeringkan?

Untuk mengusir belalang, serangga dan cacing. Ketiga hewan kecil ini mengundang burung. Belalang dan serangga adalah makanan langsung bagi sejumlah burung. Sementara cacing menarik kedatangn hewan pengerat kecil, yang pada akhirnya menjadi makanan burung juga.

Tetapi ada pula yang melakukan sebaliknya, dimana wilayah sekitar bandara justru dihijaukan dengan rumput. Bedanya, rumput yang ditanam sengaja dipilih khusus, untuk membuat burung tidak kerasan. Sebuah bandara di Sandusky, Ohio, telah bereksperimen dengan berbagai jenis rumput, untuk mengidentifikasi campuran mana yang paling tidak menarik bagi angsa Kanada. Berbagai jenis rumput dipilih, dan yang paling dihindari burung akhirnya dipakai.

Langkah legal terakhir yang bisa dilakukan adalah menjebak burung-burung ini. Sekitar 300-500 burung jenis raptor terjebak dan dipindahkan dari satu bandara di As setiap tahunnya. Termasuk dalam kelompok yang tertangkap ini adalah elang ekor merah, burung hantu dan elang peregrine. Beberapa perangkap menggunakan hewan pengerat untuk menarik burung tersebut dan menangkap kaki mereka di sebuah jerat. Yang lainnya dilakukan dengan sejenis kandang burung merpati untuk menarik burung yang lebih besar dan begitu mereka masuk, pintu akan tertutup.

Data menunjukkan, sekitar 6% dari semua tabrakan yang dilaporkan dengan satwa liar menyebabkan pendaratan darurat atau kelambatan take-off. Burug terlibat dalam 97% insiden, mamalia darat sebanyak 2,2% dan sisanya oleh kelelawar dan reptil. Sekitar 70% tabrakan burung dengan pesawat udara sipil terjadi di bawah ketinggian 500 kaki atau 152 m. Secara global, insiden tabrakan semacam ini telah membunuh lebih dari 250 orang dan merusak lebih dari 229 pesawat sejak tahun 1988 hingga saat ini.

Industri pesawat terbang juga sedang mengembangkan lampu pesawat terbang yang bisa digunakan untuk meningkatkan visibilitas mereka terhadap burung. Idenya adalah memanipulasi karakteristik cahaya dengan memvariasikan denyut nadi dan panjang gelombang dalam spektrum elektromagnetik dan menyetel perubahan ini pada spesies burung tertentu. Lampu akan memberi peringatan dini agar burung bisa mendeteksi dan dia menghindari pesawat terbang, bukan sebaliknya. Bukti yang dikumpulkan dari unggas yang mati di bandara menunjukkan bahwa mereka sebenarnya mencoba menghindari pesawat, tetapi terlambat.

Angkatan Udara Belanda telah lama menggunakan radar pendeteksi burung, yang pada akhirnya bisa diadopsi oleh pesawat terbang sipil. Radar pendeteksi burung ini kecil dan bergerak, dan teknologinya terus dikembangkan dalam 10 tahun terakhir.