Indonesia Masih Kekurangan 2 Juta Kursi Pesawat untuk Wisatawan Asing

    Indonesia masih membutuhkan dua juta kursi pesawat untuk mengangkut wisatawan mancanegara demi mencapai target 15 juta wisatawan mancanegara.

    Menteri Pariwisata Arief Yahya dalam kunjungan kerja ke Kantor Lembaga Penyelenggara Pelayanan Navigasi Penerbangan Indonesia (LPPNPI/Airnav Indonesia) di Tangerang, Banten, Jumat 7 April 2017, mengatakan kurangnya slot penerbangan serta tidak ada penerbangan langsung dari negara-negara potensial wisman seperti China dan India menjadi salah satu faktor krusial terhambatnya pencapaian target tersebut.

    “Kita kurang dua juta seat [kursi pesawat] tahun ini, turis China dibanding ke Thailand, Singapura dan Vietnam, kita kalah, dari India juga tidak ada direct flight [penerbangan langsung], nol, dari China hanya tiga atau empat [penerbangan langsung],” katanya.

    Menurut dia, permintaan sangat banyak dari pasar-pasar potensial, baik dari Asia maupun Eropa, bahkan bisa bertambah hingga tiga juta wisman.

    “Permintaan kita sangat besar, kalau ditargetkan tiga juta wisman masih memungkinkan, setiap maskapai baik domestik maupun internasional pasti mau ke Bali dan Jakarta karena selalu waiting list jangan khawatir akan permintaan, kalau ketersediaan ada itu pasti akan habis,” katanya dilansir Antara.

    Karena itu, Arief meminta operator penerbangan baik maskapai, operator bandara maupun navigasi penerbangan untuk melihat peluang tersebut karena 80 persen lalu lintas wisman menggunakan transportasi udara.

    Dalam hal ini, ia menilai LPPNPI/Airnav Indonesia memiliki peran penting dalam mendukung untuk peningkatan jumlah wisman ke Indonesia dengan memperbanyak jumlah slot penerbangan.

    “Kita tahu Airnav memegang peran sangat penting dalam hak konektivitas udara. Karena itu kita mencari solusi bagaimana target dua juta penumpang ini bisa tercapai,” katanya.

    Dia mencontohkan dengan kondisi bandara yang tidak begitu berbeda, yaitu Bandara Gatwick London dengan Bandara Ngurah Rai, Bali, namun kapasitas slot masih terbilang jauh.

    “Gatwick itu 55 pergerakan pesawat per jam, Bali hanya 25, separuhnya, kalau kita belum siap paling tidak jangan separuhnya, harus lebuh dari itu,” katanya.

    Sementara itu, untuk percepatan 10 destinasi utama pariwisata, Arief mengatakan dibutuhkan komitmen pemerintah untuk menjadikan bandara di destinasi tersebut menjadi bandara internasional dengan standar kelas dunia.

    “Tidak ada tawar menawar, kecuali kalau tidak mau menetapkan sebagai destinasi kelas dunia,” katanya.

    Dia menyebutkan destinasi pariwisata Danau Toba, apabila wisman harus mengakses dari Bandara Kualanamu, maka dibutuhkan waktu tempuh enam jam.

    “Wisman sudah tidak mau, dikembangkanlah Bandara Silangit, saat ini akan dijadikan bandara internasional oleh Angkasa Pura II juga dengan Bandara Belitung,” katanya.

    Direktur Utama LPPNPI/Airnav Indonesia Novie Riyanto mengatakan pihaknya akan berkoordinasi dengan maskapai, operator bandara dalam hal ini PT Angkasa Pura I dan II serta Kementerian Perhubungan sebagai regulatoe untuk memaksimalkan slot penerbangan untuk menggenjot wisman.

    “Airnav tidak bisa bekerja sendiri, harus ada kerja sama dengan AP dan Kemenhub dan kita koordinasi terus, ini memang terlihat mudah, tapi kenyataannya sulit apabila koordinasi tidak kita lakukan secara intens,” katanya.

    Novie menjelaskan terkait kondisi Bandara Ngurah Rai Bali itu sangat terbatas dengan satu landasan pacu dan sisi-sisinya laut.

    “Saat ini sudah bertambah jadi 27 dan akan bertambah September atau Oktober jadi 30 pergerakan pesawat per jam,” katanya.