Pendaratan Perut: Antara Pilot Lupa dan Kerusakan Mekanikal

Belly landing atau pendaratan perut, disebut juga pendaratan gear-up. Peristiwa ini terjadi saat pesawat terbang mendarat tanpa roda sepenuhnya di landasan. Dia menggunakan bagian bawah pesawat atau sebut saja perutnya, sebagai alat pendaratan utamanya.

Biasanya istilah landing gear-up mengacu pada insiden di mana pilot lupa untuk mengeluarkan landing gear. Sementara belly landing mengacu pada insiden dimana kerusakan mekanis membuat pilot tidak bisa mengeluarkan roda pesawat.

Selama pendaratan perut, biasanya ada kerusakan besar pada badan pesawat, khususnya bagian bawah dan mesinnya. Pendaratan perut beresiko pesawat dapat terbalik, hancur, atau terbakar jika mendarat terlalu cepat atau terlalu keras. Ketepatan ekstrem diperlukan untuk memastikan bahwa pesawat mendarat lurus dan sejajar sambil mempertahankan kecepatan udara yang cukup untuk mempertahankan kontrol. Crosswinds atau terpaan angin yang kuat, jarak pandang yang rendah, kerusakan pada pesawat terbang, instrumen atau kontrol yang tidak responsif meningkatkan bahaya melakukan pendaratan ini. Namun, pendaratan perut adalah salah satu kecelakaan pesawat yang paling umum ditemui, dan biasanya tidak berakibat fatal jika dilakukan dengan hati-hati.

Penyebab pendaratan gear-up paling umum adalah pilot yang lupa mengeluarkan roda. Ah, masa sampai lupa. Ingat, pilot juga manusia. Menurunkan landing gear adalah bagian dari daftar proses pendaratan yang harus diikuti pilot. Daftar lainnya mencakup mengatur kontrol flaps, baling-baling dan berbagai kontrol dalam proses pendaratan itu sendiri.

Pilot yang disiplin mengecek daftar periksa semacam itu sebelum mendarat cenderung tidak melakukan kesalahan ketika mendarat. Namun, beberapa pilot mengabaikan daftar periksa ini dan melakukan tugas berdasar ingatan saja. Padahal ini meningkatkan kemungkinan lupa menurunkan roda pendaratan. Bahkan pilot yang berhati-hati pun beresiko lupa mengeluarkan roda karena mungkin terganggu dan lupa melakukan checklist di tengahnya proses pendaratan karena teralihkan oleh penghindaran tabrakan atau keadaan darurat lainnya. Sekali lagi, pilot juga manusia. Jadi, mungkin saja dia ngeyel tidak disiplin dengan daftar cek sebelum mendarat, keras kepala, atau benar-benar lupa.

Faktor penyebab kedua adalah kegagalan mekanis. Sebagian besar landing gear dioperasikan oleh motor listrik atau aktuator hidrolik. Beberapa redudansi biasanya dilakukan untuk mencegah kegagalan dalam proses pendaratan. Entah dioperasikan secara elektrik atau hidraulik, alat pendaratan biasanya memperoleh tenaga dari berbagai sumber. Jika sistem daya gagal, sistem penyiapan darurat selalu tersedia. Ini mungkin berbentuk engkol atau pompa yang dioperasikan secara manual, atau mekanisme terbuka mekanis dengan melepaskan papan pengaman. Proses ini memungkinkan roda pendaratan jatuh dan terkunci karena gravitasi atau aliran udara.

Ada banyak insiden semacam ini di dunia penerbangan. Salah satu contohnya terjadi pada pesawat ringan pada 2015. Ketika itu, sang pilot merasa terganggu oleh rusa di landasan pacu di Alaska sampai dia lupa menurunkan roda pendaratan. Dia terlalu lama memperhatikan rusa-rusa itu, tanpa sadar pesawat semakin rendah dan terlambat mengeluarkan roda. Akibatnya, pesawat Piper PA 31-350 miliknya harus mendarat dengan perutnya.

Ada juga sebuah video yang luar biasa dari tahun 2011, yang menunjukkan sebuah pesawat terbang LOT Polish Airlines Boeing 767 mendarat di Bandara Warsawa Chopin tanpa roda pendaratannya. Pendaratan itu sukses, pesawat tidak terbakar dan seluruh penumpang selamat.

Berikut beberapa video belly landing: