Penerbangan Perdana R80 Tertunda 2 Tahun

Rencana penerbangan perdana pesawat R80 yang dibangun di bawah kepemimpinan Ilham Habibie, putra  BJ Habibie, akan tertunda selama dua tahun. Adanya perubahan pada Peraturan Presiden (Perpres) mengenai Proyek Strategis Nasional menjadi salah satu penyebab penundaan tersebut.

“Salah satu penyebab penundaan ini adalah karena terkendala perpres, tanpa ada perpres kita susah dapat dukungan dari pihak ketiga,” kata Komisaris PT Regio Aviasi Industri (RAI), Ilham Habibie saat ditemui dalam acara General Electric Digital Industrial Forum di Jakarta, Kamis, 13 April 2017. “Jadi bukan 2018, tapi baru bisa terbang perdana pada 2021.”

Ilham mengatakan bahwa pihaknya ingin memastikan terlebih dahulu jika pesawat R80 ini benar masuk dalam proyek strategis nasional. “Katanya kan sudah dinyatakan masuk dalam proyek strategis nasional, tapi mana kertasnya, kita mau lihat kertasnya dulu, karena dalam perpres itu kan ada ratusan program, dan katanya ada update dari perpres proyek strategis nasional tahun lalu,” kata Ilham.

“Tapi ini bukan soal dana, karena mereka [pihak ketiga] ingin lihat apakah kita di PT RAI, di dukung oleh pemerintah ada atau tidak,” katq Ilham. Namun Ilham tidak menjelaskan siapa yang dimaksud pihak ketiga beralasan bahwa hal tersebut merupakan persoalan internal perusahaan.

Sebelumnya, Pemerintah telah memasukkan pembangunan pesawat R80 dalam daftar proyek strategis nasional, bersamaan dengan pesawat N245. Pesawat N245 dikembangkan oleh PT (DI) Dirgantara Indonesia bersama Lembaga Penerbangan dan Antariksa Nasional (LAPAN), sedangkan pesawat R80 dikembangkan oleh PT Regio Aviasi Industri (RAI).

Badan Usaha Milik Nasional (BUMN), PT Dirgantara Indonesia (DI) semula akan menjadi pemasok bagi komponen pesawat R80 tersebut. Namun, Ilham mengkonfirmasi bahwa kerjasama tersebut belum pasti dijalankan karena ada kendala dari pihak PT DI. “PT DI kalau mau jadi bagian ya harus investasi juga, kemampuan, mesin, alat produksi, disediakan sendiri, kita kan tidak bisa biayai,” ujar Ilham dilaporkan Tempo.

Ilham menambahkan jika PT DI gagal menjadi pemasok komponen bagi pesawat R80, maka PT RAI bisa mencoba memproduksi sendiri atau mengimpor dari luar negeri. Karena untuk pesawat, ungkapnya, tidak ada aturan di Indonesia mengenai TKDN (Tingkat Kandungan Dalam Negeri.

“Ada ratusan pesawat yang terbang di Indonesia, seperti Boeing, tahu berapa TKDN-nya? nol persen, jadi saat ini TKDN tidak jadi fokus utama terlebih dahulu,” ujar Ilham.