Ciptakan Sejarah, Iran-Boeing Teken Kesepakatan Rp219 Triliun

Iran dan Boeing membuat sejarah dengan menandatangani kesepakatan senilai US$16,6 miliar atau sekitar Rp219 triliun untuk memperbarui armada komersial Negara terebut. Kesepakatan ini sebagai bagian dari kompensasi kesepakatan nuklir Iran dengan Amerika dan sejumlah Negara.

Kesepakatan baru ini akan memungkinkan Republik Islam untuk memperbaharui armada komersial yang sudah tua. Iran telah membeli 80 pesawat penumpang, termasuk 50 Boeing 737 dan 30 Boeing 777.

Menurut kesepakatan itu, semua pesawat  akan disampaikan oleh Boeing pada dekade berikutnya, dengan pesawat pertama dijadwalkan untuk pengiriman pada 2018.

Ini adalah kesepakatan terbeasar AS-Iran sejak Revolusi Islam dan pengambilalihan Kedutaan Besar AS di Teheran. Kedua belah pihak memuji kesepakatan dan menggarisbawahi dampak positif akan memiliki dirasakan bagi  kedua negara.

Menurut Menteri Transportasi Iran Abbas Akhoundi, yang menghadiri upacara penandatanganan, kesepakatan ini Sabtu 11 Desemer 2016, kesekapatan ini  akan menciptakan 8.000 lapangan kerja bagi Iran.

“Kesepakatan itu memiliki pesan yang jelas bagi dunia: kita mendukung perdamaian dan keamanan serta pertumbuhan Iran berdasarkan kebijakan win-win,” katanya.

Dalam siaran pers-nya, Boeing juga menggarisbawahi dampak positif dari kesepakatan tersebut. “Perjanjian hari ini akan mendukung puluhan ribu pekerjaan di Amerika Serikat yang terkait langsung dengan produksi dan pengiriman 777-300ER, dan hampir 100.000 pekerjaan dalam value stream kedirgantaraan AS selama pengiriman penuh,” bunyi pernyataan itu.

Sebagian besar armada komersial Iran dibeli pada tahun 1979,  akibatnya 88 dari 250 pesawat Iran saat ini digrounded karena kurangnya suku cadang.

Kesepakatan ini dimungkinkan berkat Rencana Komprehensif Aksi Bersama atau yang  dikenal sebagai kesepakatan nuklir Iran. AS dan negara-negara Barat lainnya sepakat untuk mencabut sanksi kepada  Republik Islam dengan kompensasi  Iran membuka objek nuklirnya untuk inspektur Badan Energi Atom Internasional (IAEA ) selama 20 tahun ke depan untuk membuktikan bahwa mereka tidak digunakan untuk membuat senjata nuklir.

Kesepakatan ini telah dikritik oleh presiden terpilih Donald Trump, yang percaya batas 20 tahun tidak akan mencegah Iran membuat senjata nuklir di masa depan. Menteri Transportasi Iran Abbas Akhoundi menyatakan harapannya bahwa pemerintahan baru AS tidak  merevisi ketentuan perjanjian.

“Kami berharap bahwa meskipun ada perubahan dalam pemerintahan AS, negara akan tetap setia kepada komitmennya,” katanya saat upacara penandatanganan kesepakatan.