Garuda-Lion “Nyaris Tabrakan” Hanya Ilusi Optik Penumpang

Ilusi visual pada mata manusia seringkali membuat seorang penumpang pesawat merasa seakan-akan jarak antara kedua pesawat sangat dekat dan berpotensi tabrakan.

Pesawat Garuda Indonesia GA340, rute Surabaya – Denpasar dan Lion Air JT960, Bandung-Denpasar dilaporkan hampir tabrakan, Rabu (10/2/2016). Laporan ini semula muncul dari seorang penumpang Garuda yang heran melihat ada pesawat lain dalam jarak sangat dekat saat terbang di langit Bali.

Kondisi nyaris ini, terlihat lantaran jarak yang terlalu dekat kedua pesawat tersebut. Saat itu, keduanya sedang berputar-putar di udara menunggu lowongan mendarat (holding pattern) di Bandara Ngurah Rai, Bali.

Dari data yang dikumpulkan melalui situs flightradar24.com, tampak kedua pesawat sudah melakukan putaran holding beberapa kali. Lion sudah berputar terlebih dahulu lalu datang Garuda dari arah Surabaya.

Pada pukul 14.27 WITA, keduanya tampak di posisi yang searah dengan ketinggian berbeda. Berselang satu menit, kedua pesawat terlihat berbelok dan jadi dalam posisi arah berhadapan.

Lion berada di ketinggian 15.900 feet dan Garuda di 16.300 feet. Dengan kata lain, jarak kedua pesawat hanya 400 feet.

Karena jarak yang terlalu dekat, pada 14.29 WITA, pesawat pun tampak saling menghindar. Lion turun pada ketinggian 15.400 feet, sementara Garuda naik pada ketinggian 16.350 feet. Sehingga menciptakan jarak cukup besar, 950 feet.

Garuda-Lion "Nyaris Tabrakan" Hanya Ilusi Optik Penumpang
Posisi holding Lion Air JT960 yang datang di langit Bali lebih awal, tampak dalam garis berputar-putar di atas laut. (Flightradar24.com)
Garuda-Lion "Nyaris Tabrakan" Hanya Ilusi Optik Penumpang
Garuda Indonesia GA340 datang belakangan dan juga berputar-putar di atas langit Bali di altitude lebih tinggi. (Flightradar24.com)

Kondisi ini memang tidak sesuai dengan ketetapan Organisasi Penerbangan Sipil Internasional (International Civil Aviation Organization/ICAO) tentang Reduce Vertical Separation Minima yang mengatur separasi vertikal pesawat udara. Seyogyanya, separasi vertikal antarpesawat minimal 1.000 feet (sekitar 304 meter).

Dikonfirmasi terkait hal ini, Direktur Operasi AirNav Indonesia Wisnu Darjono membantah keras. Dia menegaskan, kedua pesawat tidak mengalami posisi nyaris bertabrakan seperti yang diberitakan.

Sebab, keduanya dalam panduan baik oleh pihak ATC. Selain itu, kedunya berada dalam jarak minimal yang aman. Menurut penuturannya, saat itu, Lion berada di titik ketinggian 16.000 feet dengan toleransi plus minus 300 feet. Sementara, Garuda terbang di ketinggian 17.000 feet dengan toleransi yang sama.

“Enggak. Enggak nyaris tabrakan. Itu kan memang ada toleransinya, plus minus 300 feet,” tutur Wisnu, Kamis (11/2/2016).

Dia menjelaskan, posisi holding ini dilakukan karena kondisi cuaca di Ngurah Rai sedang buruk. Jarak pandang hanya 500 meter. Oleh karenanya, pesawat yang ingin mendarat diminta untuk menunggu hingga ada celah yang memungkinkan mereka untuk turun.

”Kan sangat berisiko kalau kondisi seperti itu dipaksakan. Jadi hold. Otomatis antrean juga banyak. Ada sekitar 20 pesawat dalam posisi hold saat itu,” jelas dia.

Setelah berputar beberapa kali, akhirnya, Lion berhasil landing pada pukul 15.01 WITA. Berbeda dengan Lion, Garuda memilih return to base atau kembali ke bandara semula. “Saat Lion dibimbing turun, kondisi cuaca sedikit membaik. Tapi giliran Garuda, cuaca kembali memburuk,” jelasnya.

Vice President Coorperate Communication Garuda Indonesia Benny Butar Butar menjelaskan, keputusan return to base memang sengaja diambil pilot Garuda Indonesia GA340. Hal ini sesuai prosedur penerbangan bila kondisi cuaca buruk dan tidak memungkinkan landing. ”Jadi bukan karena alasan lain. Ini prosedur. Pesawat juga sudah terbang kembali setelah cuaca membaik,” jelas Benny.

Disinggung soal kondisi nyaris tabrakan, Benny enggan berkomentar. Menurutnya, seluruh kondisi saat pesawat lepas landas sudah menjadi kewenangan Airnav. Sebab, airnav bertugas untuk mengatur lalu lintas di udara. Sehingga, otoritas itulah yang paling tahu posisi aman bagi pesawat. “Pilot juga pasti tahu posisi itu. Oleh karenanya, berkoordinasi dengan Airnav untuk meminta arahan selanjutnya,” jelasnya.

Ilusi Optik

Setiap rute perjalanan pesawat di udara diatur dan ditandai secara elektronis oleh VORTAC (polisi lalu lintas udara).

Dengan semakin banyaknya pesawat dan rute penerbangan, maka jalur lalu lintas udara juga semakin padat. Jalur lalu lintas udara diatur sedemikian rupa saling bertindihan dengan ketinggian yang berbeda-beda.

Terdapat jalur penerbangan tingkat bawah yang berada di bawah ketinggian 5.500 meter yang diterbangi oleh pesawat-pesawat terbang rendah dan juga terdapat jalur penerbangan tingkat tinggi yang berada di atas ketinggian 5.500 meter yang biasa diterbangi pesawat-pesawat jet komersial. Jalur-jalur tersebut juga diatur dengan jarak aman minimal agar tidak terjadi collision (tabrakan) di udara.

Jalur jalan raya udara dibentuk dengan cara menghubungkan titik-titik navigasi yang dipancarkan dari permukaan bumi. Lebar jalur udara adalah 10 nm (nautical miles) atau sekitar 20 kilometer. Sedangkan jarak aman minimal antar pesawat secara mendatar adalah 5nm (10 km) dan secara vertikal adalah 1.000 – 2.000 kaki (300–600 meter).

Rata-rata pesawat komersial yang digunakan saat ini sudah dilengkapi TCAS (traffic collision avoidance system). Ini merupakan instrumeb yang akan memberikan perintah kemana pilot harus mengarahkan pesawatnya bila hendak bertabrakan dengan traffic lainnya. Sensor akan mendeteksi potensi bahaya benturan dan memberikan perintah menghindarinya dengan memberi panduan semisal “Climb…” sebanyak 3x atau “Descend…” sebanyak 3x.

Karena padatnya ruang udara saat ini, maka diberlakukan Reduce Vertical Separation Minima yang mengatur separasi vertikal traffic yang lalu lalang berjarak 1.000 kaki (+- 304 meter).

Jarak 300-an meter dalam pandangan visual akan tampak seperti berada di level yang sama, bahkan jarak ratusan meter itu akan tampak sangat dekat karena ukuran badan pesawat yang sangat besar.

Bahkan lantaran ilusi optik, traffic di samping atau depan pesawat yang kita tumpangi yang searah namun berada di bawah cruising altitude pesawat, bisa tampak seolah-olah di atas pesawat kita. Ilusi optik pada mata manusia ini muncul lantaran kontur bumi yang bulat.

Bukan Nyaris Tabrakan, Garuda & Lion Hanya “Terlalu Dekat”

 

LEAVE A REPLY

Please enter your comment!
Please enter your name here

This site uses Akismet to reduce spam. Learn how your comment data is processed.